Pada masa – masa
Samurai / Jalan Pedang di era ke Shogun an di Jepang antara tahun 720 M s/d
1868 M (berakhirnya era Shogun dan kembalinya kekuasaan ke kaisar Meiji dengan
restorasi Meijinya), ada beberapa tradisi bunuh diri di kalangan Samurai,
yaitu;
1.
Seppuku
– Hara Kiri.
2.
Jigai.
Seppuku
Seppuku adalah
ritual bunuh diri dengan cara menusuk dan merobek perut sendiri yang umumnya
dilakukan oleh seorang Samurai untuk mendapatkan kehormatan kembali. Hal – hal yang
mengakibatkan rusaknya kehormatan seorang Samurai, diantaranya adalah;
-
Kekalahan
perang.
-
Kegagalan
melaksanakan perintah majikan (Shogun).
-
Melakukan
tindakan yang melanggar perintah majikan (Shogun).
-
Menghindarkan
diri dari penahanan dan penyiksaan oleh musuh.
Illustration from
Sketches of Japanese Manners and Customs, by J. M. W. Silver, Illustrated
by Native Drawings, Reproduced in Facsimile by Means of Chromolithography, London, 1867
Seppuku dilakukan dengan acara ritual
dan didepan para saksi atau penonton.
Seppuku didahului dengan minum
secangkir Sake, kemudian menusukkan sebuah pisau kecil yang disebut tanto atau
katana (pedang samurai kecil) ke sisi perut sebelah kiri dan merobek perut ke arah
kanan. Gerakan ini mengakibatkan terpotongnya descending aorta yang membuat keluarnya darah dalam
jumlah banyak dan mengakibatkan kematian yang sangat cepat.
Hara
Kiri adalah nama lain
untuk Seppuku dengan perbedaan kecil pada tata cara pelaksanaannya.
Hara Kiri
dilakukan dengan tujuan memotong perut dari kiri ke kanan dan ditambah dengan
potongan dari atas ke bawah, bertujuan untuk menghasilkan rasa sakit yang luar
biasa sebelum mati untuk menunjukkan kejantanan dan membuktikan bahwa pelaku bukanlah
pengecut.
Perbedaan lainnya,
Seppuku akan diakhiri oleh pemenggalan kepala yang dilakukan oleh Samurai yang
telah ditunjuk sebelumnya.
Jigai
Jigai
adalah ritual bunuh diri yang dilakukan oleh istri Samurai yang telah melakukan
Seppuku dengan tujuan untuk menjaga atau mengembalikan harga diri dan
kehormatan keluarga.
Jigai
dilakukan dengan cara memotong arteri di leher dengan sekali gerakan
menggunakan tanto atau kaiken atau katana. Tujuan utamanya adalah kematian yang
cepat dan terhindar dari ditangkap dan diperkosa oleh musuh. Ditangkap dan
diperkosa oleh musuh adalah penghinaan berat terhadap nama baik keluarga
Samurai. Untuk itulah sebelum melakukan Jigai, istri Samurai akan mengikat
kedua lututnya sehingga saat mayatnya ditemukan, dia dalam posisi terhormat.
Hal lain yang berhubungan dengan bunuh
diri di Jepang, adalah Hutan Aokigahara.
Hutan Aokigahara adalah tempat bunuh diri terfavorit kedua
setelah Golden Gate Bridge di San Francisco.
Sejak tahun 1950 an, banyak sekali pebisnis –
pebisnis Jepang yang memasuki hutan Aokigahara dengan sedikitnya 500 orang
diantaranya keluar dari hutan itu dalam kondisi tidak bernyawa. Setiap tahunnya
rata – rata 70 mayat orang yang bunuh diri di hutan Aokigahara ditemukan. Banyak
kasus dimana mayat tidak ditemukan sampai dengan sekarang dikarenakan lebatnya
hutan Aokigahara.
Tahun 2002 tercatat 78 mayat berhasil
ditemukan dan tahun 2003 berjumlah 105 mayat.
Spiritualis –
spiritualis Jepang meyakini bahwa arwah para pelaku bunuh diri hutan Aokigahara
menyatu dengan pohon – pohon di hutan itu.
Untuk mengurangi
angka bunuh diri di hutan ini, pihak kepolisian melakukan banyak cara termasuk
diantaranya memasang banyak papan – papan himbauan di dalam hutan dengan
tulisan seperti; “hidupmu adalah pemberian berharga dari orang tuamu” “mohon
konsultasi dengan Polisi sebelum memutuskan untuk mati”.
Berbagai usaha pemerintah
dan kepolisian sama sekali tidak berhasil menurunkan angka bunuh diri di hutan
Aokigahara, sehingga pada akhirnya sejak tahun 2004 pemerintah menghentikan
pengumuman jumlah korban untuk mencegah semakin populernya hutan ini.
Sumber :
No comments:
Post a Comment